-->

FOZ adalah Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpunnya BAZ dan LAZ di Indonesia. berdiri pada hari Jumuat Tanggal 19 Sep 1997
Hadiri dan Ramaikan World Zakat Forum Days 2010 di Yogyakarta 28th September - 2nd Oktober klik di sini

Kamis, 23 Oktober 2008

Dua Konsep RUU Zakat Diusulkan DPR RI

Jika selama ini amandemen UU zakat hanya diperhatikan oleh kalangan pengelola zakat, kini giliran DPR RI memberi perhatian serius terhadap amandemen tersebut. Hal ini terbukti saat Tim Perancang RUU Zakat Setjend DPR RI memberikan pemaparan konsepnya di hadapan pengurus FOZ dan 17 perwakilan lembaga amil zakat Selasa, 3 Juni 2008 di Kebonsirih Jakarta.


Juru bicara tim, Rohani Budi menjelaskan selama ini timnya telah merancang konsep RUU Zakat. �Sekitar satu bulan yang lalu kami (legal drafter Setjend DPR) diminta Komisi VIII untuk membuat rancangan RUU Zakat,� ungkap Budi. Hasilnya berupa draft yang masih mentah. Sebagaimana yang telah dikirimkan ke FOZ dan dikirimkan kepada lembaga zakat beberapa hari sebelumnya.

Budi menegaskan konsep yang dipegang peserta pada saat itu masih sangat mentah. Karenanya Budi berpesan jangan sampai disebarluaskan dulu. �Konsep ini masih embrio draft. Masih jauh dari sempurna. Makanya jangan disebarluaskan dulu,� pinta Budi mengingatkan seluruh peserta yang hadir.

Karena masih berupa embrio draft makanya Budi meminta masukan sebanyak-banyaknya dari lembaga zakat yang hadir pada kesempatan tersebut. �Kami dari tim menyusun konsep dari sebuah asumsi. Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu yang hadir adalah para pelaku di lapangan. Apakah yang kami susun sudah sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan di lapangan atau belum, anda-anda semua yang tahu. Oleh karenanya kami minta masukan sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan konsep ini,� papar Budi.

Dua Pilihan

Saat ini tim sudah mempersiapkan dua pilihan model pengelolaan zakat. Sebagaimana yang akan dituangkan di dalam isi RUU Zakat versi DPR. Namun dari dua model tersebut baru satu konsep yang sudah jadi.

Garis besar konsep pertama adalah adanya pembagian tugas antara fungsi operator dan regulator. Keduanya tidak boleh dicampuradukkan. Regulator mengawasi operator, namun operator harus bertanggungjawab kepada regulator. Sebagai gambarannya Laznas yang ada seperti DD, PKPU dan lainnya tetap ada sebagai Laznas. �Tidak merombak struktur dan keberadaan LAZ yang ada saat ini,� papar Budi. Konsep ini, kata Budi, ada kelemahannya yaitu tidak adanya kesatuan sistem administrasi. �Seorang muzaki di Jakarta tidak bisa membayar zakat di Padang oleh karena tidak akan terdeteksi apakah dia sudah bayar atau belum,� ungkapnya.

Kelemahan lainnya adalah segi penyaluran bantuan kepada mustahik. Seorang mustahik bisa menerima bantuan dari berbagai Laz. Misalnya terima bantuan dari RZI. Lalu dia mengajukan lagi ke BMM atau ke Laz lainnya. Itu sangat mungkin terjadi karena tidak adanya satu kesatuan administrasi.

Fungsi regulator akan diperankan oleh BKPZ (Badan Kordinasi Pengelolaan Zakat). BKPZ adalah lembaga baru yang dimunculkan dalam rancangan yang disusun tim Setjend ini. BKPZ bisa direpresentasikan oleh keberadaan Baznas atau Bazda yang ada saat ini. �Secara otomatis Baznas dan Bazda tidak ada lagi,� kata dia. Tapi Baznas dan Bazda bisa didorong menjadi BKPZ. �Terkesan peran Baznas dan Bazda ditiadakan padahal jika dilihat perannya justru malah diperkuat dengan ditempelkan pembiayaan operasional mereka ke APBN.� Namun kalau Baznas atau Bazda ingin tetap beroperasi mengumpulkan zakat. Maka ia harus menjadi LAZ. �Misalnya Laz Baznas, Laz Bazis DKI Jakarta. Itu bisa saja,� ungkapnya.

Sedangkan konsep kedua, menurut pemaparan Budi intinya adalah semua Laznas tanpa terkecuali dijadikan sebagai Lazda. Misalnya DD dijadikan Lazda Provinsi Banten, RZI jadi Lazda Provinsi Jawa Barat dan seterusnya. Lalu dibentuklah sebuah lembaga baru yang dinamakan Laznas. “Laznas ini hampir mirip seperti FOZ yang sekarang ada,� kata Budi.

Di tingkat Laznas inilah terjadi kesatuan sistem administrasi perzakatan. Baik dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sehingga menjadi satu atap. “Itu artinya seorang muzaki mau membayar zakat di provinsi atau di kabupaten manapun sama saja,� tambah Budi sekaligus menjelaskan keberadaan NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat) akan sangat membantu mempermudah muzaki yang membayar zakat di berbagai LAZ di Indonesia. Dari segi penghimpunannya akan terpusat (pool) ke satu Laznas tadi. Menurut Budi, konsep membantu mempermudah pengumpulan. Namun kata dia, tantangannya juga cukup berat. Laz-Laz yang ada sekarang harus menambah akselerasi kapasitas profesionalisme kerja. “Jika tidak demikian maka dia akan tertinggal dengan yang lain,� imbuhnya.

Di dalam konsep kedua, peran BPKZ juga masih ada. BKPZ bisa berasal dari Depag, petinggi-petinggi Laz, Baznas maupun dari Bazda.

Setuju Konsep Pertama

Usai tim Setjend memaparkan kelemahan dan kelebihan kedua konsep tersebut, para peserta dimintai tanggapan dan masukan. Sebagian besar peserta mendukung konsep pertama. Karena konsep itulah yang sesuai dengan keadaan saat ini. �Konsep pertama sangat tepat karena tidak menafikan peran Laz yang sudah ada,� ujar Iskandar dari DPU DT. Iskandar menceritakan munculnya Laz saat ini dikarenakan ketidakpercayaan terhadap lembaga zakat di pemerintah.

Selain DPU DT, DD, RZI, Portalinfak, Bamuis BNI, Lazis NU dan Al Azhar Peduli Ummat secara lisan mendukung konsep pertama. Begitu juga dengan peserta lain yang tidak mendapatkan giliran menyampaikan pendapatnya secara lisan. Semua menyetujui konsep pertama.

Selanjutnya tim akan mengolah kembali konsepnya menjadi draft. Dengan mempertimbangkan masukan dari lembaga zakat. Konsep ini akan dijadikan sebagai RUU inisiatif DPR. Rencananya, awal Juli didaftarkan di Prolegnas 2008. �Kita semua berharap RUU ini bisa selesai tahun ini,� ujarnya. Sehingga bisa menjadi kado komisi VIII di akhir masa jabatannya. Sekaligus menandai awal keberhasilan perjuangan lembaga zakat dalam menata perzakatan di tanah air ini. Amin!. naf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar