Rabu, 14 September 2011
Rokok dan Kemiskinan
"Sekarang banyak orang merokok kan wajib hukumnya, jika dihubungkan dengan kenaikan cukai terhadap kemampuan rokok itu kecil sekali untuk orang kurangi rokok. Sebagian besar orang berhenti merokok memang karena kesadaran," ujar Kepala BPS Rusman Heriawan ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu Malam (14/9/2011).
"Yang paling mendasar itu rokok yang dihubungkan dengan dengan garis kemiskinan. Sebagian besar orang miskin itu membeli rokok setelah beras, bagaimana menurunkan kemiskinan? Ya suruh saja semua orang miskin berhenti merokok, signifikan nantinya kemiskinan turunnya," jelas Rusman.
Dijelaskan Rusman, rokok masuk perhitungan dalam garis kemiskinan karena semakin banyak orang miskin yang 'membakar' uangnya untuk membeli rokok. Tidak bermanfaat sekali, sambung Rusman dimana itungan rokok masuk dalam kalori itu 0%.
"Ada pengeluaran bagi orang miskin tapi tidak ada sumbangannya dan kontribusi untuk meningkatkan garis kemiskinan, jadi benar-benar kontra produktif," tegasnya.
"Kalau semua orang miskin berhenti merokok tiba-tiba, maka digantikan misalkan beli beras atau nambah tabungan serta misalkan transpor anaknya makanya kemiskinan akan menurun," imbuhnya.
BPS memang menyebutkan, pengeluaran nomor dua masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah rokok setelah nomor satunya beras. Pemerintah sendiri berkali-kali telah mengingatkan bahaya merokok serta menghimbau masyarakat untuk berhenti merokok.
Cukai Naik, Rokok Tidak Sebabkan Inflasi
Rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok dinilai tidak akan mempengaruhi tingkat inflasi. Rusman mengatakan bobot rokok dalam perhitungan inflasi cukup rendah.
"Cukai naik otomatis rokok akan naik dan apapun yang naik harga sekecil apapun pasti ada peranan ke inflasi. Tetapi khusus rokok ini sangat kecil," terang Rusman.
Rusman memaparkan, bobot rokok kretek terhadap perhitungan inflasi hanya 1,13% sedangkan rokok putih sebesar 0,46%. "Artinya orang ngerokok kretek itu jauh lebih banyak daripada rokok putih. Kalau dua-duanya digabung itu jadi bobotnya jadi sekitar 1,59% ya 1,6% lah," jelasnya.
Bedanya dengan perhitungan misalnya kenaikan harga beras akan langsung mempengaruhi inflasi. Tetapi Rusman mengatakan kalau cukai itu berbeda.
"Kalau beras naik itu langsung loh kalau rokok ya dilihat cukainya dulu, kalau Rp 10.000 harga sebungkus rokok misalnya ada cukainya itu Rp 300. Nah, naik jadi Rp 400 cukainya maka ada kenaikan Rp 100 rupiah per pak jadi dari Rp 10.000 jadi Rp 10.100 berarti cuma 1%. Dan bobot inflasi dihitung kembali ternyata masih rendah," terangnya.
(Herdaru Purnomo - detikFinance dru/qom)
Cara China kurangi kemiskinan
"Kita harus meningkatkan mutu pengentasan kemiskinan melalui kualitas. Menurut saya kalau perekonomian bisa menyelesaikan masalah kemiskinan secara sebagian tapi tidak bisa menyelesaikan secara tuntas dan otomatis jadi harus kebijakan yang memihak rakyat miskin dan melakukan kebijakan ekonomi seimbang antara kota dan desa," ujarnya dalam jumpa pers acara The 5th China-ASEAN Forum on Social Development and Poverty Reduction di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (14/9/2011).
Secara umum, Xiaojian menyebutkan ada 5 cara untuk mengentaskan kemiskinan, yaitu pemerintah memimpin pengentasan kemiskinan, partispasi masyarakat, pemberdayakan masyarakat, pengembangan masyarakat, dan pengentasan kemiskinan melalui teknologi.
Selain itu, pemerintah meningkatkan koordinasi pengentasan kemiskinan antar
"Selain menyelesaikan masalah masyarakat itu kebanyakan untuk menyelesaikan masalah kebutuhan pokok," ujarnya.
Sementara secara khusus, Xiaojian mengungkapkan pemerintah
Pemerintah
"Jumlah pendapatan orang miskin 5.919 yuan tiap tahun ada dana bantuan 500 yuan tiap orang. Langkah pemerintah berperan besar dalam sandang, pangan, dan papan. Melalui kebijakan itu kesejahteraan rakyat semakin meningkat," tegasnya.
Di bidang pendidikan, pemerintah
"Kami pendidikan 9 tahun gratis dengan itu, persentase 7-15 tahun meningkat sekarang 97% yang sudah masuk sekolah," jelasnya.
Untuk kebijakan kesehatan, Xiaojian menyatakan pemerintah memberikan bantuan kepada rakyat miskin sehingga biaya kesehatan untuk rakyat miskin disesuaikan dengan kemampuannya.
"Di pedesaan punya 1 bank. Dan ketika sakit mereka mengeluarkan sedikit biaya yang ditanggung oleh subsidi pemerintah yang bisa diterima berdasarkan kemampuannya sendiri," jelasnya.
Selain itu ada program perbaikan rumah untuk penduduk miskin. Hingga tahun 2015, Xiaojian menyatakan target rumah penduduk miskin yang bisa diperbaiki sebanyak 8 juta keluarga.
"Langkah-langkah tersebut mencerminkan pola pikir kami untuk isu kemiskinan menjadi komprehensif, pemerintah transfer dana untuk menyelesaikan masalah itu," ujarnya.
Ke depan, Xiaojian menyatakan pihaknya sedang berupaya untuk mengurangi kesenjangan antara wilayah Timur dan Barat
"Sekarang kesenjangan antara barat dan timur masih besar. Dengan pengembangan kawasan barat di Tiongkok 10 tahun ke depan kami upayakan terus pengurangan kemiskinan di kawasan barat kami," tandasnya.
(Detik.Finance nia/dnl)