-->

FOZ adalah Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpunnya BAZ dan LAZ di Indonesia. berdiri pada hari Jumuat Tanggal 19 Sep 1997
Hadiri dan Ramaikan World Zakat Forum Days 2010 di Yogyakarta 28th September - 2nd Oktober klik di sini

Kamis, 02 Juli 2009

Masih Banyak Yang Ogah Bersinergi

Dalam masyarakat zakat terutama sejak berdirinya FOZ kerjasama antar lembaga belum menjadi kesadaran apalagi tradisi. Padahal persoalan yang akan menghadang bakal lebih kompleks yang menuntut adanya kolektivitas.

Jika kita sedikit mau berusaha untuk membanding-bandingkan perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia dengan yang terjadi di Malaysia maka kita akan menemui banyak perbedaan yang cukup mencolok. Zakat di Malaysia relatif lebih bisa berkembang pesat. Kemajuan yang diperolah di negeri Jiran tersebut tak dapat dilepaskan dari keseriusan mereka dalam melakukan penataan zakat. Mereka memiliki komitmen, para pemimpin yang visioner serta pandai menjalin hubungan dengan berbagai pihak. Termasuk pemerintah, sehingga upaya program yang mereka tawarkan selalu mendapat respon dan menuai keberhasilan.

Sementara apa yang tengah terjadi di negara ini ? Yang masih kita rasakan sampai saat ini adalah belum mampunya kita dalam mengelola zakat dengan lebih baik. Padahal kita memiliki potensi besar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu alasannya adalah pemerintah ingin menerapkan sistem sentralisasi. Akhirnya sekarang kita terjebak dalam situasi kebingungan sendiri. Maka disinilah pentingnya semua pihak duduk bersama bagaimana harus membuat format baru untuk mengelola zakat ke depan. Format itu tentunya tidak terlepas dari aspek koordinatif, konsultatif dan informatif. Sampai saat ini pengelola zakat di Indonesia belum bisa menjadi satu barisan dan berjalan secara kompak. Untuk itu, kita harus menyamakan ide dan kemauan menyatukan kesamaan kebutuhan. Misalnya, lembaga yang sudah sukses, biasanya sudah enggan mau turun ke bawah. Sementara yang telah mandiri menolak untuk bekerja sama.

Jadi, sebetulnya banyak sekali problem yang kita miliki. Di antara problem-roblem tersebut menurut Eri Sudewo adalah, pertama, soal sinergi yang belum mentradisi dalam masyarakat zakat. Kedua, jika bicara zakat maka sama saja dengan basic income. Dalam dunia bisnis, kata Eri yang bertindak sebagai narasumber pada acara Munas, proses basic income sudah melalui jangka yang cukup panjang. Di mana harus profesional, menerobos berbagai tantangan, harus jatuh bangun, baru muncul yang namanya sistem franchise atau MLM (Multi Level Marketing). “Sehingga penggagas pertama atau orang-orang yang sudah berada di puncak, tinggal menerima uang,” ujar Eri menyontohkan.

Ini berbeda dengan zakat. Zakat itu labil. Tidak bisa kita hanya ongkang-ongkang kaki, terus zakat akan datang dengan sendirinya. Artinya zakat harus dijemput atau ‘ditagih’ kepada orang yang wajib mengeluarkannya. Lembaga zakat yang sekarang ada belum semuanya memiliki kemauan ke arah tersebut. Sehingga apa yang terjadi, lembaga zakat, infaq, wakaf di Indonesia kebanyakan tidak professional karena terkesan pasif menunggu bola. Maka wajar tatkala masih banyak muzakki atau waqif masih banyak bertanya, “Kemana saya akan mempercayakan harta kalau petugas zakatnya tidak ada atau tidak datang atau program pengelola zakatnya tidak jelas juntrungannya?. Tentu hal-hal semacam ini menjadi problem yang serius bagi kita”, tegas Eri

Fenomena semacam ini mengingatkan pada sebuah tulisan yang memparodikan keadaan tersebut yang membedakan antara persatuan orang kaya dengan orang miskin. “Kalau persatuan (organisasi) orang miskin begitu perutnya kenyang, setelah itu langsung bubar. Tapi jika orang kaya berkumpul mereka akan lebih awet, karena perutnya sudah kenyang maka keinginanya berubah, ingin menjelajah makanan dimana-mana,”. Dengan kata lain, kebutuhan orang kaya bukan hanya sekadar mencari target memenuhi isi perut untuk satu dua hari, tapi mereka memiliki visi ke depan yang lebih jauh. Ini bisa menjadi ilustrasi tantangan ke depan bagi para pengelola zakat.

Adanya keengganan untuk melakukan sinergi antara lembaga zakat secara bersama-sama memang telah terjadi bukan dalam periode ini saja, tetapi sejak Forum Zakat berdiri dengan berbagai macam alasan. Makanya spirit dan semangat agar tercipta iklim kerjasama yang lebih kondusif perlu terus dipupuk. Karena persoalan-persoalan yang akan muncul di masa mendatang bukannya sederhana akan tetapi lebih kompleks. Baik yang bersifat internal maupun eksternal. Betul bahwa tugas mengurangi jumlah orang miskin itu adalah kewajiban negara, tapi kita juga secara moral dituntut ikut turut serta dalam persoalan ini dengan kapasitas masing-masing. Tinggal bagaimana dan apa pola kita gunakan. Hal semacam ini perlu diatur oleh undang-undang.

Banyaknya persoalan dan problematika zakat yang acapkali muncul menandakan bahwa isu-isu zakat sudah tidak dapat dianggap sebagai persoalan komplementer dalam kehidupan berbangsa dan beragama tetapi harus ditempatkan dalam ranah isu mainstream yang harus segara dicarikan solusinya oleh stakeholders bukan sebaliknya saling mencari kelemahan. Apa yang tengah terjadi dalam pengelolaan dunia zakat identik dengan pengeolaan perguruan tinggi. Ada peran dari pihak pemerintah dan swasta. Dalam ranah itu tidak bisa menafikan peran dari BAN (Badan Akreditasi Nasional) yang bertugas mengeluarkan penilaian bagi sebuah perguruan tinggi. Oleh karenanya jika hal tersebut menjadi acuan maka kehadiran lembaga yang bertugas sebagai operator, regulator dan pengawas juga harus segera lahir. Semua itu bertumpu pada tujuan agar lembaga zakat harus terus diberdayakan atau dikreatifkan supaya para donator semakin giat mendermakan hartanya. Bukan sebaliknya. (mst)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar