* Herman Susilo
Bisa jadi ini adalah yang pertama sepanjang hidup kita, memasuki tahun baru dalam kondisi krisis finansial global yang cukup parah. Di pasar uang dunia saat ini terdapat gelembung uang yang berjumlah 80 triliun dolar AS pertahun. Jumlah ini 20 kali lipat melebihi nilai perdagangan dunia yang jumlahnya sekitar 4 triliun dolar AS pertahun. Artinya, gelembung itu bisa membeli segala yang diperdagangkan sebanyak 20 kali lipat dari dimensi yang biasa. (Liem Siok Lan, Desember 2008). Bisa dibayangkan berapa juta orang, komunitas, entitas bisnis, ataupun korporasi yang akan menjadi korban jika gelembung itu pecah.
Sebagian orang berseloroh, “Ah apa pedulinya?! Toh sahabat-sahabat kita para pedagang kecil tidak merasakan langsung dampak krisis finansial yang katanya lebih buruk daripada depresi ekonomi tahun 1929 itu.” Saya ingin mengajak kita berpikir sejenak. Tidak ada salahnya kan jika kita bercermin atas tragedi ekonomi terbesar di penghujung tahun 2008 ini? Hal terpenting adalah sikap kritis kita terhadap krisis yang telah melahirkan kondisi kritis pada sebagian orang. Mari bersikap kritis di saat krisis.
Gaya Hidup Riba
Setidaknya ada 7 alinea penting yang menjadi wasiat Rasulullah Muhammad SAW saat beliau berkhutbah pada Haji Wada’. Khutbah perpisahan di padang Arafah di hadapan 124.000 umat Islam pada musim haji tahun 10 H atau 630 M.
Saya ingin menukilkan alinea pertama saja dari khutbah Beliau SAW. Berikut kutipannya, “Wahai manusia, dengarkan penjelasanku baik-baik, karena aku tak tahu apakah setelah tahun ini aku masih berada di tengah kalian atau tidak. Wahai manusia, sebagaimana engkau menghargai bulan ini, hari ini dan kota ini sebagai sesuatu yang suci, maka hargai pulalah jiwa dan harta sesama Muslim sebagai amanat yang suci. Kembalikan harta yang dititipkan kepadamu kepada pemiliknya yang sah. Janganlah menyakiti sesama agar engkau tak disakiti. Janganlah makan riba karena riba itu haram bagimu.”
Inilah alinea pertama, riba itu haram! Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk menghargai jiwa dan harta sesama muslim, mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam urusan harta itu dan jangan sampai menyakiti jiwa orang lain. Puncak larangan dalam transaksi harta yang bisa berakibat menyakiti jiwa itu adalah riba. Riba menjadikan seseorang tamak terhadap harta, berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya di atas penderitaan orang lain.
Waktu saya kecil, ada seorang tetangga yang harus kehilangan rumah karena tidak bisa mengembalikan uang pinjaman plus bunganya kepada tetangga yang lain. Keluarganya menjadi terlunta-lunta, hidupnya pun makin sulit dan berantakan. Itu skala kecil dan tradisional, bagaimana jika skalanya besar dan modern?
Sejak Goldsmith menggantikan alat tukar emas/perak menjadi kertas, gaya hidup riba menjadi makin kompleks dan modern. Uang kertas yang tidak bernilai intrinsic itu telah menjadi nadi dalam transaksi bisnis multi sektor. Dengan kata lain transaksi bisnis dan perdagangan dikuasai oleh uang.
Sederhananya begini, orang yang menyimpan uang di bank diberi bunga tertentu (misal 5%), uang yang terkumpul itu dipinjamkan kepada orang lain dengan bunga lebih tinggi (misal 10%). Dari margin bunga itulah bank mendapatkan keuntungan. Pusat perekonomian tidak lagi ada di pasar melainkan di bank. Membeli rumah, kendaraan bermotor bahkan membangun gedung bertingkat bisa terwujud jika meminjam pada bank. Kenyataannya praktek simpan dan pinjam uang berbunga itu sangat kompleks, beragam jenisnya, modern, canggih, dan sebagiannya kebablasan!
Salah satu produk bank yang menjadi gaya hidup adalah kartu kredit. Benda magnetik/chip kecil itu dianggap ‘sakti’ dan menjadi pendukung gaya hidup berhutang di berbagai sektor. Tak ada tunai ya gesek saja. Berbagai fasilitas, kemudahan, dan keunggulan-keunggulan ditawarkan. Mendapatkannya pun makin mudah.
Tragedi kartu kredit terbesar sepanjang sejarah dunia, terjadi di Amerika. Puncaknya ketika 1 kepala keluarga di Amerika Serikat bisa memegang 10 kartu kredit. Akibatnya menurut perkiraan Federal Reserve, tagihan kartu kredit warga AS menyentuh angka 1 miliar dollar AS. Dan dari jumlah itu hampir 50 juta orang Amerika dirundung kesulitan tagihan dari bulan ke bulan. Hingga di penghujung bulan mereka kelimpungan membayar pokok hutang plus bunga untuk sewa apartemen, makanan, BBM dan ongkos layanan kesehatan (Elizabeth Warren, Profesor Hukum dan pakar hutang dari Harvard University).
Sikap kritis pertama saat krisis adalah jika belum benar-benar darurat buat apa berhutang?
Gaya Hidup Zakat
Sebaliknya, gaya hidup zakat mengajarkan orang untuk produktif, menghidupkan sektor riil, memberdayakan mustahik, dan mencegah pemiliki harta berperilaku tamak. Zakat pun menuntut orang untuk pandai mendayagunakan harta. Diriwayatkan dari Yusuf bin Mahak Rasulullah SAW bersabda, “Perniagakanlah harta anak yatim agar tidak habis oleh zakat.” (HR. Asy-Syafi’i dan Al-Baihaqi)
Seseorang dituntut untuk memperniagakan harta simpanannya agar tidak habis oleh zakat. Contoh, jika Anda memiliki simpanan 90 g emas di tahun pertama, maka di tahun kedua emas Anda berkurang menjadi 87,75 g karena kewajiban mengeluarkan zakatnya 2,5%. Begitu seterusnya jika simpanan Anda itu tidak diperniagakan.
Kewajiban zakat harta bisa ditanggulangi dananya dengan diperniagakan, sebab jika tidak maka harta tersebut akan habis termakan zakat dan biaya-biaya keseharian. Inilah dasar pemikiran yang mendukung ide untuk mendayagunakan harta secara ekonomis.
Kemudian zakat juga tidak boleh dibayarkan dari hutang karena syarat utamanya adalah kepemilikan penuh bukan hutang. Oleh karena itu gaya hidup zakat mengharuskan orang memiliki harta sebenarnya bukan harta semu (hutang). Hal itu mendorong seseorang untuk tidak berperilaku konsumtif. Mempergunakan harta dengan bijak yaitu mengeluarkan kewajiban zakatnya dan memperniagakan sebagiannya agar mendapat keuntungan (profit making).
Sikap kritis berikutnya adalah gaya hidup zakat membuat orang lebih produktif.
Akhirnya Selamat Tahun Baru 1430 H dan 2009 M. Semoga tahun ini menjadi momentum kritis bagi kita untuk terhindar dari krisis. Tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Amien.
*) Pemimpin Redaksi Majalah inFOZ+
Bisa jadi ini adalah yang pertama sepanjang hidup kita, memasuki tahun baru dalam kondisi krisis finansial global yang cukup parah. Di pasar uang dunia saat ini terdapat gelembung uang yang berjumlah 80 triliun dolar AS pertahun. Jumlah ini 20 kali lipat melebihi nilai perdagangan dunia yang jumlahnya sekitar 4 triliun dolar AS pertahun. Artinya, gelembung itu bisa membeli segala yang diperdagangkan sebanyak 20 kali lipat dari dimensi yang biasa. (Liem Siok Lan, Desember 2008). Bisa dibayangkan berapa juta orang, komunitas, entitas bisnis, ataupun korporasi yang akan menjadi korban jika gelembung itu pecah.
Sebagian orang berseloroh, “Ah apa pedulinya?! Toh sahabat-sahabat kita para pedagang kecil tidak merasakan langsung dampak krisis finansial yang katanya lebih buruk daripada depresi ekonomi tahun 1929 itu.” Saya ingin mengajak kita berpikir sejenak. Tidak ada salahnya kan jika kita bercermin atas tragedi ekonomi terbesar di penghujung tahun 2008 ini? Hal terpenting adalah sikap kritis kita terhadap krisis yang telah melahirkan kondisi kritis pada sebagian orang. Mari bersikap kritis di saat krisis.
Gaya Hidup Riba
Setidaknya ada 7 alinea penting yang menjadi wasiat Rasulullah Muhammad SAW saat beliau berkhutbah pada Haji Wada’. Khutbah perpisahan di padang Arafah di hadapan 124.000 umat Islam pada musim haji tahun 10 H atau 630 M.
Saya ingin menukilkan alinea pertama saja dari khutbah Beliau SAW. Berikut kutipannya, “Wahai manusia, dengarkan penjelasanku baik-baik, karena aku tak tahu apakah setelah tahun ini aku masih berada di tengah kalian atau tidak. Wahai manusia, sebagaimana engkau menghargai bulan ini, hari ini dan kota ini sebagai sesuatu yang suci, maka hargai pulalah jiwa dan harta sesama Muslim sebagai amanat yang suci. Kembalikan harta yang dititipkan kepadamu kepada pemiliknya yang sah. Janganlah menyakiti sesama agar engkau tak disakiti. Janganlah makan riba karena riba itu haram bagimu.”
Inilah alinea pertama, riba itu haram! Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk menghargai jiwa dan harta sesama muslim, mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam urusan harta itu dan jangan sampai menyakiti jiwa orang lain. Puncak larangan dalam transaksi harta yang bisa berakibat menyakiti jiwa itu adalah riba. Riba menjadikan seseorang tamak terhadap harta, berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya di atas penderitaan orang lain.
Waktu saya kecil, ada seorang tetangga yang harus kehilangan rumah karena tidak bisa mengembalikan uang pinjaman plus bunganya kepada tetangga yang lain. Keluarganya menjadi terlunta-lunta, hidupnya pun makin sulit dan berantakan. Itu skala kecil dan tradisional, bagaimana jika skalanya besar dan modern?
Sejak Goldsmith menggantikan alat tukar emas/perak menjadi kertas, gaya hidup riba menjadi makin kompleks dan modern. Uang kertas yang tidak bernilai intrinsic itu telah menjadi nadi dalam transaksi bisnis multi sektor. Dengan kata lain transaksi bisnis dan perdagangan dikuasai oleh uang.
Sederhananya begini, orang yang menyimpan uang di bank diberi bunga tertentu (misal 5%), uang yang terkumpul itu dipinjamkan kepada orang lain dengan bunga lebih tinggi (misal 10%). Dari margin bunga itulah bank mendapatkan keuntungan. Pusat perekonomian tidak lagi ada di pasar melainkan di bank. Membeli rumah, kendaraan bermotor bahkan membangun gedung bertingkat bisa terwujud jika meminjam pada bank. Kenyataannya praktek simpan dan pinjam uang berbunga itu sangat kompleks, beragam jenisnya, modern, canggih, dan sebagiannya kebablasan!
Salah satu produk bank yang menjadi gaya hidup adalah kartu kredit. Benda magnetik/chip kecil itu dianggap ‘sakti’ dan menjadi pendukung gaya hidup berhutang di berbagai sektor. Tak ada tunai ya gesek saja. Berbagai fasilitas, kemudahan, dan keunggulan-keunggulan ditawarkan. Mendapatkannya pun makin mudah.
Tragedi kartu kredit terbesar sepanjang sejarah dunia, terjadi di Amerika. Puncaknya ketika 1 kepala keluarga di Amerika Serikat bisa memegang 10 kartu kredit. Akibatnya menurut perkiraan Federal Reserve, tagihan kartu kredit warga AS menyentuh angka 1 miliar dollar AS. Dan dari jumlah itu hampir 50 juta orang Amerika dirundung kesulitan tagihan dari bulan ke bulan. Hingga di penghujung bulan mereka kelimpungan membayar pokok hutang plus bunga untuk sewa apartemen, makanan, BBM dan ongkos layanan kesehatan (Elizabeth Warren, Profesor Hukum dan pakar hutang dari Harvard University).
Sikap kritis pertama saat krisis adalah jika belum benar-benar darurat buat apa berhutang?
Gaya Hidup Zakat
Sebaliknya, gaya hidup zakat mengajarkan orang untuk produktif, menghidupkan sektor riil, memberdayakan mustahik, dan mencegah pemiliki harta berperilaku tamak. Zakat pun menuntut orang untuk pandai mendayagunakan harta. Diriwayatkan dari Yusuf bin Mahak Rasulullah SAW bersabda, “Perniagakanlah harta anak yatim agar tidak habis oleh zakat.” (HR. Asy-Syafi’i dan Al-Baihaqi)
Seseorang dituntut untuk memperniagakan harta simpanannya agar tidak habis oleh zakat. Contoh, jika Anda memiliki simpanan 90 g emas di tahun pertama, maka di tahun kedua emas Anda berkurang menjadi 87,75 g karena kewajiban mengeluarkan zakatnya 2,5%. Begitu seterusnya jika simpanan Anda itu tidak diperniagakan.
Kewajiban zakat harta bisa ditanggulangi dananya dengan diperniagakan, sebab jika tidak maka harta tersebut akan habis termakan zakat dan biaya-biaya keseharian. Inilah dasar pemikiran yang mendukung ide untuk mendayagunakan harta secara ekonomis.
Kemudian zakat juga tidak boleh dibayarkan dari hutang karena syarat utamanya adalah kepemilikan penuh bukan hutang. Oleh karena itu gaya hidup zakat mengharuskan orang memiliki harta sebenarnya bukan harta semu (hutang). Hal itu mendorong seseorang untuk tidak berperilaku konsumtif. Mempergunakan harta dengan bijak yaitu mengeluarkan kewajiban zakatnya dan memperniagakan sebagiannya agar mendapat keuntungan (profit making).
Sikap kritis berikutnya adalah gaya hidup zakat membuat orang lebih produktif.
Akhirnya Selamat Tahun Baru 1430 H dan 2009 M. Semoga tahun ini menjadi momentum kritis bagi kita untuk terhindar dari krisis. Tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Amien.
*) Pemimpin Redaksi Majalah inFOZ+
1 komentar:
bagoooos !...goooooooood
Posting Komentar