Krisis keuangan global merupakan kesempatan terbaik untuk membangkitkan ekonomi syariah. Mengapa demikian, sebab kesempatan pertama, yakni saat krisis ekonomi tahun 1998, tidak dapat kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mengembangkan ekonomi syariah. Nah, momentum tersebut kini datang kembali. Di saat sistem ekonomi kapitalis tengah ambruk, maka sistem ekonomi syariah bisa menjadi pilihan.
Demikian kata Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Ramzi A Zuhdi saat memberikan kata sambutannya di acara Workshop FES (Festival Ekonomi Syariah), Kamis 5 Pebruari 2009 di Merak Room, JCC dengan tema Building Islamic Economic Verteces ; Towards a Firmer Islamic Economic Independence. Karenanya Ramzi menambahkan, seluruh komponen ekonomi syariah termasuk Bank Indonesia sebagai sector penggerak bidang ini harus bisa memanfaatkan momentum ini untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. “Kalau masing-masing kita bisa mengembangkan fokus dan bidangnya masing-masing, maka pengembangan ekonomi syariah akan mengalami percepatan,” papar Ramzi pada pembukaan workshop.
Ramzi berharap agar momentum ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. “Tujuannya untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa tiba saatnya kita hijrah kembali kepada ekonomi syariah,” tambah Ramzi.
Apalagi pertumbuhan ekonomi dunia saat ini hanya satu persen. Di mana harus digalakkan jangan sampai minus. Karenanya ekonomi Islam bisa menjadi solusi. Krisis ekonomi global yang pusatnya di Amerika, disebabkan karena praktek ekonomi ribawi serta adanya system perdagangan yang spekulatif. Oleh sebab itu, Islam yang memiliki system ekonomi berkeadilan akan bisa menjadi solusi serta ketahanan bagi perekonomian bangsa ini.
Ramzi juga menyebutkan bahwa pelaksanaan FES ini didudukung sepenuhnya oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa system ekonomi Islam adalah system ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis. Hal ini terbukti saat krisis ekonomi tahun 1998, bank syariah masih tetap bertahan. Sementara bank-bank konvensional sangat terpengaruh oleh keadaan krisis. Oleh karena itu, kata presiden, pengalaman tahun 1998 dapat dijadikan sebagai pelajaran pelaku ekonomi syariah untuk mempertahankan perekonomian bangsa yang saat ini terkena dampak perekonomian dunia.
Di samping itu, kata Ramzi, jika kita mampu mengembangkan ekonomi syariah, maka dengan sendirinya akan dapat memerangi kemiskinan dan kebodohan di negeri ini.
Saat ini di level UMKM banyak terdapat kelemahan (unbankable). Tidak bankablenya bukan hanya tidak ada jaminan (collateral), tapi menurut Ramzi masih belum terpenuhinya 5 C. Cuma selama ini asumsi tidak adanya collateral masih sangat kuat sehingga ketika tidak ada jaminan, maka bank tidak bisa memberikan pembiayaan. Padahal ‘usaha’ itu sendiri sudah bisa menjadi jaminan. Pemahaman inilah yang perlu disampaikan kepada pelaku ekonomi terutama UMKM.
Tugas kita kata Ramzi, adalah yang mendorong pelaku UMKM tadinya menerima zakat, bagaimana sekarang bisa berusaha, menjadi besar dan akhirnya bankable sehingga bisa memberikan zakat. “Main set kita selama ini adalah masih pola bank konvensional. Di mana pola pikir konvensional adalah masih terpaku dengan bunga bank. Padahal main set seperti itu tidak tepat,” kata Ramzi. Main set yang tepat adalah bagaimana kita membangun partnership dan bagaimana membangun sense of partnership. Yang kuat membantu yang lemah. Yang besar membantu yang kecil. Membangun hubungan antar kekuatan ekonomi syariah. Produk apa saja yang bisa di kerjasamakan dan sebagainya.
Ekonomi syariah tidak bisa lepas dari real sektor. Dengan demikian mengembangkan ekonomi syariah adalah mengembangkan real sektor. Dan kata Ramzi, semua dana yang masuk ke Bank Syariah, menurut catatan BI sudah disalurkan real sektor seluruhnya.
Sinergi Antar Komponen Syariah
Sementara Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Didin Hafidhuddin menyampaikan kata sambutannya sebelum acara workshop dimulai. Di dalam sambutannya, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyatakan acara workshop ini merupakan upaya sinergi antar komponen ekonomi syariah dalam rangka menggali potensi umat Islam yang sangat besar. Upaya yang besar tersebut akan bisa digali jika dilakukan secara bersama-sama. Baik perbankan syariah, lembaga zakat, BMT, koperasi dan komponen lainnya. “Kondisi krisis global saat ini, kata dia, mau tidak mau umat Islam harus kembali kepada ekonomi syariah. Karena di dalam prinsip ekonomi syariah terdapat keadilan yang sangat cocok untuk menghadapi keadaan krisis saat ini,” tandas Didin.
Di dalam Alquran sudah disebutkan bahwa system ekonomi ribawi, sebagaimana yang diterapkan ekonomi modern saat ini, tidak akan membawa keberkahan dalam kehidupan umat Islam. Sementara system ekonomi Islam akan membawa keberkahan bagi perekonomian umat Islam, sehingga akan terhindar dari pada krisis ekonomi.
Di samping itu, zakat juga merupakan salah satu elemen perekonomian umat yang dapat membangkitkan ekonomi bangsa. Oleh karena itu, dengan menunaikan zakat melalui lembaga berarti telah berpartisipasi untuk pengembangan perekonomian umat.
Pentingnya Linkage Program
Narasumber lainnya, Dadang menyebutkan hal berbeda. Pembicara dari Bank Indonesia ini mengatakan bahwa di Indonesia saat ini belum ada data-data yang valid untuk mempetakan kekuatan ekonomi yang bisa dijadikan rujukan. “Kekuatan apa dan ada dimana, belum kita temukan. Oleh karena itu perlu dipertemukan di antara kekuatan-kekuatan yang perekonomian yang ada di negeri ini. Agar antara yang satu dengan yang lainnya dapat saling melengkapi data-data yang dibutuhkan. Misalnya keberadaan UMKM yang bisa menyuplai kebutuhan masyarakat,” urai Dadang.
Begitu juga dengan data-data masyarakat miskin. Daerah mana saja yang terdapat banyak orang miskin. Apa saja kemampuan yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin. Dengan data ini maka satu sama lain akan bisa melengkapi.
Perbankan syariah hanya satu pilar dari 8 pilar ekonomi lainnya. Karenanya, kalau hanya menggunakan perbankan syariah maka itu mustahil. Keberadaan komponen ekonomi Islam lainnya sangat diperlukan, seperti kalangan akademisi, praktisi, ahli IT dan sebagainya. Dari semua kalangan itu harus terjadi sebuah linkage program. Untuk menjawab semua kebutuhan tersebut, Dadang menawarkan sebuah konsep yakni Islamic Economics Super Corridor. Di dalam konsep ini masing-masing kekuatan bisa saling sharing, Konsumsi, Transformasi, Infrastruktur.
Sepakat Membentuk IESP
Usai mendengarkan pemaparan ketiga narasumber dan tanya jawab dengan audien, peserta workshop sepakat untuk membentuk Islamic Economic Super Coridor (IESP). Konsep yang diajukan Dadang ini disepakati sebagai follow up dari permasalahan yang didiskusikan sejak pagi hingga siang hari.
IESP merupakan wadah bagi para pelaku ekonomi syariah di Indonesia. IESP akan menampung data base semua kebutuhan di dalam pengembangan ekonomi syariah. Mulai dari pelaku usaha, data mustahik, pengembangan usaha dan sebagainya.
Peserta workshop juga sepakat menunjuk Dadang sebagai coordinator IESP. Sedangkan UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta dan Unair ditunjuk sebagai pihak penyedia data structure.
Acara workshop kerjasama BI, FOZ, Baznas dan Inkopsyah ini tidak hanya berhenti di sini. Tapi disepakati akan ditindaklanjuti pada pertemuan berikutnya. Terutama untuk penyusunan konsep IESP dan langkah-langkah yang akan dilakukan IESP ke depan. naf
Demikian kata Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Ramzi A Zuhdi saat memberikan kata sambutannya di acara Workshop FES (Festival Ekonomi Syariah), Kamis 5 Pebruari 2009 di Merak Room, JCC dengan tema Building Islamic Economic Verteces ; Towards a Firmer Islamic Economic Independence. Karenanya Ramzi menambahkan, seluruh komponen ekonomi syariah termasuk Bank Indonesia sebagai sector penggerak bidang ini harus bisa memanfaatkan momentum ini untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. “Kalau masing-masing kita bisa mengembangkan fokus dan bidangnya masing-masing, maka pengembangan ekonomi syariah akan mengalami percepatan,” papar Ramzi pada pembukaan workshop.
Ramzi berharap agar momentum ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. “Tujuannya untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa tiba saatnya kita hijrah kembali kepada ekonomi syariah,” tambah Ramzi.
Apalagi pertumbuhan ekonomi dunia saat ini hanya satu persen. Di mana harus digalakkan jangan sampai minus. Karenanya ekonomi Islam bisa menjadi solusi. Krisis ekonomi global yang pusatnya di Amerika, disebabkan karena praktek ekonomi ribawi serta adanya system perdagangan yang spekulatif. Oleh sebab itu, Islam yang memiliki system ekonomi berkeadilan akan bisa menjadi solusi serta ketahanan bagi perekonomian bangsa ini.
Ramzi juga menyebutkan bahwa pelaksanaan FES ini didudukung sepenuhnya oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa system ekonomi Islam adalah system ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis. Hal ini terbukti saat krisis ekonomi tahun 1998, bank syariah masih tetap bertahan. Sementara bank-bank konvensional sangat terpengaruh oleh keadaan krisis. Oleh karena itu, kata presiden, pengalaman tahun 1998 dapat dijadikan sebagai pelajaran pelaku ekonomi syariah untuk mempertahankan perekonomian bangsa yang saat ini terkena dampak perekonomian dunia.
Di samping itu, kata Ramzi, jika kita mampu mengembangkan ekonomi syariah, maka dengan sendirinya akan dapat memerangi kemiskinan dan kebodohan di negeri ini.
Saat ini di level UMKM banyak terdapat kelemahan (unbankable). Tidak bankablenya bukan hanya tidak ada jaminan (collateral), tapi menurut Ramzi masih belum terpenuhinya 5 C. Cuma selama ini asumsi tidak adanya collateral masih sangat kuat sehingga ketika tidak ada jaminan, maka bank tidak bisa memberikan pembiayaan. Padahal ‘usaha’ itu sendiri sudah bisa menjadi jaminan. Pemahaman inilah yang perlu disampaikan kepada pelaku ekonomi terutama UMKM.
Tugas kita kata Ramzi, adalah yang mendorong pelaku UMKM tadinya menerima zakat, bagaimana sekarang bisa berusaha, menjadi besar dan akhirnya bankable sehingga bisa memberikan zakat. “Main set kita selama ini adalah masih pola bank konvensional. Di mana pola pikir konvensional adalah masih terpaku dengan bunga bank. Padahal main set seperti itu tidak tepat,” kata Ramzi. Main set yang tepat adalah bagaimana kita membangun partnership dan bagaimana membangun sense of partnership. Yang kuat membantu yang lemah. Yang besar membantu yang kecil. Membangun hubungan antar kekuatan ekonomi syariah. Produk apa saja yang bisa di kerjasamakan dan sebagainya.
Ekonomi syariah tidak bisa lepas dari real sektor. Dengan demikian mengembangkan ekonomi syariah adalah mengembangkan real sektor. Dan kata Ramzi, semua dana yang masuk ke Bank Syariah, menurut catatan BI sudah disalurkan real sektor seluruhnya.
Sinergi Antar Komponen Syariah
Sementara Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Didin Hafidhuddin menyampaikan kata sambutannya sebelum acara workshop dimulai. Di dalam sambutannya, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyatakan acara workshop ini merupakan upaya sinergi antar komponen ekonomi syariah dalam rangka menggali potensi umat Islam yang sangat besar. Upaya yang besar tersebut akan bisa digali jika dilakukan secara bersama-sama. Baik perbankan syariah, lembaga zakat, BMT, koperasi dan komponen lainnya. “Kondisi krisis global saat ini, kata dia, mau tidak mau umat Islam harus kembali kepada ekonomi syariah. Karena di dalam prinsip ekonomi syariah terdapat keadilan yang sangat cocok untuk menghadapi keadaan krisis saat ini,” tandas Didin.
Di dalam Alquran sudah disebutkan bahwa system ekonomi ribawi, sebagaimana yang diterapkan ekonomi modern saat ini, tidak akan membawa keberkahan dalam kehidupan umat Islam. Sementara system ekonomi Islam akan membawa keberkahan bagi perekonomian umat Islam, sehingga akan terhindar dari pada krisis ekonomi.
Di samping itu, zakat juga merupakan salah satu elemen perekonomian umat yang dapat membangkitkan ekonomi bangsa. Oleh karena itu, dengan menunaikan zakat melalui lembaga berarti telah berpartisipasi untuk pengembangan perekonomian umat.
Pentingnya Linkage Program
Narasumber lainnya, Dadang menyebutkan hal berbeda. Pembicara dari Bank Indonesia ini mengatakan bahwa di Indonesia saat ini belum ada data-data yang valid untuk mempetakan kekuatan ekonomi yang bisa dijadikan rujukan. “Kekuatan apa dan ada dimana, belum kita temukan. Oleh karena itu perlu dipertemukan di antara kekuatan-kekuatan yang perekonomian yang ada di negeri ini. Agar antara yang satu dengan yang lainnya dapat saling melengkapi data-data yang dibutuhkan. Misalnya keberadaan UMKM yang bisa menyuplai kebutuhan masyarakat,” urai Dadang.
Begitu juga dengan data-data masyarakat miskin. Daerah mana saja yang terdapat banyak orang miskin. Apa saja kemampuan yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin. Dengan data ini maka satu sama lain akan bisa melengkapi.
Perbankan syariah hanya satu pilar dari 8 pilar ekonomi lainnya. Karenanya, kalau hanya menggunakan perbankan syariah maka itu mustahil. Keberadaan komponen ekonomi Islam lainnya sangat diperlukan, seperti kalangan akademisi, praktisi, ahli IT dan sebagainya. Dari semua kalangan itu harus terjadi sebuah linkage program. Untuk menjawab semua kebutuhan tersebut, Dadang menawarkan sebuah konsep yakni Islamic Economics Super Corridor. Di dalam konsep ini masing-masing kekuatan bisa saling sharing, Konsumsi, Transformasi, Infrastruktur.
Sepakat Membentuk IESP
Usai mendengarkan pemaparan ketiga narasumber dan tanya jawab dengan audien, peserta workshop sepakat untuk membentuk Islamic Economic Super Coridor (IESP). Konsep yang diajukan Dadang ini disepakati sebagai follow up dari permasalahan yang didiskusikan sejak pagi hingga siang hari.
IESP merupakan wadah bagi para pelaku ekonomi syariah di Indonesia. IESP akan menampung data base semua kebutuhan di dalam pengembangan ekonomi syariah. Mulai dari pelaku usaha, data mustahik, pengembangan usaha dan sebagainya.
Peserta workshop juga sepakat menunjuk Dadang sebagai coordinator IESP. Sedangkan UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta dan Unair ditunjuk sebagai pihak penyedia data structure.
Acara workshop kerjasama BI, FOZ, Baznas dan Inkopsyah ini tidak hanya berhenti di sini. Tapi disepakati akan ditindaklanjuti pada pertemuan berikutnya. Terutama untuk penyusunan konsep IESP dan langkah-langkah yang akan dilakukan IESP ke depan. naf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar