-->

FOZ adalah Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpunnya BAZ dan LAZ di Indonesia. berdiri pada hari Jumuat Tanggal 19 Sep 1997
Hadiri dan Ramaikan World Zakat Forum Days 2010 di Yogyakarta 28th September - 2nd Oktober klik di sini

Rabu, 25 November 2009

Mengungkap Sistem Penilaian ISR Award 2009

Tahun 2009 adalah tahun sejarah dimulainya kompetisi antar organisasi pengelola zakat Indonesia. Sebuah hajatan besar diselenggarakan dalam rangka memberi penghargaan kepada organisasi pengelola atas dedikasi dan kinerjanya selama ini. Acaranya diberi nama ISR Award (Islamic Social Responsibility Award). Sebelumnya, di tahun 2009 juga pernah diselenggarakan acara serupa, yakni Zakat Award. Pelaksananya adalah Baznas. Namun pesertanya hanya dari kalangan Badan Amil Zakat saja, sementara Lembaga Amil Zakat tidak diikutsertakan dalam event tersebut.

Sedangkan acara ISR Award pesertanya terdiri Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat di seluruh Indonesia. Acara ini terselenggara atas kerjasama Forum Zakat (FOZ) dengan Karim Business Consulting (KBC).

Banyak kalangan, baik dari internal organisasi pengelola zakat maupun dari eksternal masyarakat umum penasaran ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana seluk beluk penilaian ISR Award tersebut. Sebab setelah dilihat hasil penilaiannya, pemenangnya di luar dugaan mereka selama ini. Apa dan bagaimana sistem penilaian dalam ISR Award ? Alfi Wijaya, selaku Manager Riset KBC dan sekaligus ketua dewan juri ISR Award membeberkan kunci-kunci penilaiannya.

Latar Belakang

Selaku ketua dewan juri pelaksanaan perdana acara ISR Award, Alfi sangat senang dan mendukung sekali atas terselenggaranya acara ini. Ia melihat acara ini minimal dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama, buat para organisasi pengelola zakat sudah mencoba mengkontribusikan diri dalam penyelenggaraan acara. Hal ini untuk mengetahui usaha dia selama ini sudah sampai di mana. “Itulah budaya yang ingin ditumbukan di acara ini,” ujarnya. Sehingga akan dapat diketahui kalau tahun lalu posisi lembaga berada di peringkat 3 misalnya, maka tahun berikutnya ada diperingkat 2. Begitu juga diketahui seberapa jauh perkembangan yang ada pada diri lembaga. Sekaligus sarana untuk mengecek dan introspeksi lembaganya masing-masing.

Kedua, adanya komparasi dengan lembaga lain. Lembaga satu bisa mengecek dan membandingkan lembaga lain. “Sehingga tidak sekedar puas dengan achievement (pencapaian) yang mereka peroleh tapi bisa dibandingkan dengan lainnya,” tambah Alfi. Ketiga, adanya suasana fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan). Ada suasana untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Ketika sebuah lembaga bisa melihat dirinya sendiri lalu diukur dengan lainnya, maka tahap berikutnya akan tumbuh untuk melakukan perbaikan dan perbaikan secara terus menerus.

Ketiga hal inilah yang positif untuk dilakukan. Di samping itu ada efek lain. Dengan adanya kompetisi seperti ini maka akan ada nuansa ukhuwah. Melalui kompetisi ini secara pelan-pelan akan membangun data base yang baik bagi lembaga zakat. Sebab selama ini belum ada pengumpulan data yang terstandar. Berbeda dengan di perbankan. Di perbankan data sudah terstandar, terutama dalam hal laporan keuangan. Sehingga ketika lembaga zakat diminta data dan laporannya, maka dengan mudah dapat memberikan.

Metodologi dan Ketegori Penilaian

Ada tiga kategori penilaian yang disepakati FOZ dan KBC. Yakni, Fundraising (penghimpunan), Fund Distribusion (penyaluran), Management Sistem Development (pengembangan sistem manajemen). Kenapa hanya tiga hal tersebut yang menjadi penilaian dalam ISR Award, kerangka berfikirnya adalah dari ketiga kategori tersebut diharapkan organisasi pengelola zakat, secara tugas dan kewajibannya, dia bisa mengumpulkan zakat dan dapat mengelola secara amanah, bisa mendistribusikan secara baik, benar dan amanah dan didukung dengan management sistem yang baik. Kerangka berfikir ini sesuai dengan karakteristik alur pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat.

Penilaian Fundraising

Ada dua komponen besar yang dinilai di bidang fundraising. Pertama, sisi dana yang dihimpun (jumlah dana yang dihimpun oleh OPZ) dan kedua, jumlah donatur (muzaki, munfiq, mutashaddiq dan wakif). Artinya, berapa jumlah donatur yang menyalurkan dananya. Agar dua hal ini kemudian bisa diukur menjadi angka yang bisa dipertanggungjawabkan, maka akan dilihat menjadi empat komponen. Dua komponen diantaranya diambil dari dana yang dihimpun, diukur dengan delta market share (DMS) dan new market gainer (NMG). Dan dua komponen lainnya diambil dari jumlah donatur. Sementara ukuran yang dipakai dalam penilaiannya juga sama, yakni delta market share dan new market gainer. Kedua hal (DMS dan NMG) inilah metodologi yang digunakan untuk menilai sisi fundraising.

Awalnya, kata Alfi, metodologi yang digunakan adalah delta market share saja, namun setelah diterapkan untuk melakukan penilaian, ternyata masih kurang tepat. “Masih ada yang dirasa kurang fair,” tegas Alfi. Makanya ditambah dengan new market gainer. Apalagi ajang penghargaan ini ISR Award akan menjadi kompetisi rutin tahunan, maka source data yang digunakan untuk pelaksanaan pertama kali ini adalah data tahun 2007 dan tahun 2008.

“Kalau hanya menggunakan parameter nominal, maka kecenderungannya, lembaga yang lebih dulu hadir atau lembaga yang “besar” maka akan selalu menang. Dengan kelemahan ini maka akan sulit diukur, makanya adjustment pertahunnya seperti apa, itu yang penting diketahui,” tandas Alfi. Di samping tidak menggunakan nominal, penilaian fundraising juga tidak menggunakan growth (pertumbuhan), karena kalau menggunakan growth, lembaga yang baru berdiri akan selalu menang. Misalnya tahun pertama 300 juta, lalu tahun kedua 3 miliar. Maka dialah pemenangnya. Karenanya, pendekatan penilaian growth tidak akan digunakan.

Dengan menggunakan DMS dan NMG maka sebuah OPZ akan dapat dilihat berapa besar perkembangan di tahun tertentu (misalnya 2007), dan dilihat pula perkembangan tahun berikutnya (2008). Setelah itu lalu dibagi dengan total ‘industri’ (OPZ) yang ikut kompetisi pada saat itu. Misalnya tahun 2007 ia menguasai 20%, bisa jadi tahun berikutnya jumlahnya menurun. Dengan DMS maka dapat diketahui bagaimana kontribusi lembaga tersebut relatif terhadap pertumbuhan industri yang ikut dalam kompetisi. Namun, jika metodologi penilaian hanya menggunakan DMS saja, maka timbul sebuah kelemahan. Nah, kelemahan itulah lalu ditutup dengan metode penilaian NMG.

Metode NMG boleh dibilang sebuah metode penilaian yang bertujuan untuk memberikan perhargaan atas kontribusi lembaga terhadap pertumbuhan industri. Misalnya Dompet Dhuafa, share total dana yang dihimpun tahun 2007 sebesar 21.93% sedangkan tahun 2008 naik 1% menjadi 22.98%. Ini artinya, kenaikan DD dari tahun 2007 ke tahun 2008 hanya 1%, tapi kontribusi dia terhadap pertumbuhan industri sangat besar, yakni tahun 2007 Rp 50.072.693.775 dan tahun 2008 Rp 64.361.354.939, atau kenaikan sebesar 14 miliar. Dengan demikian maka, tambahan pasar yang terjadi pada saat itu dikontribusikan oleh siapa ? Itulah yang seharusnya mendapatkan apresiasi. Jika DMS merupakan penguatan terhadap pasar, maka NMG adalah kontribusi lembaga terhadap pasar industri.

Kedua parameter tersebut, yaitu DMS dan NMG juga digunakan di dalam pengukuran perbankan. “Sama saja, keduanya juga dipakai KBC untuk mengukur kinerja perbankan,” tutur Alfi. Inti dari penggunaan metode ini adalah keinginan untuk menilai bagaimana penguasaan pasarnya lembaga dan bagaimana pencapaian dia di tahun tersebut oleh industri.

Penilaian Fund Distribution

Awalnya, metode yang digunakan untuk menilai fund distribution adalah dengan membagi jumlah dana yang disalurkan dan jumlah penerima manfaat. Namun setelah diteliti lebih lanjut metode tersebut kurang tepat. Akhirnya dirubah dengan menggunakan metode lainnya. Yakni menggunakan rasio. Dana yang disalurkan dibagi dengan dana yang dihimpun ditambah dengan jumlah penerima manfaat. Cara menghitungnya sama seperti fundraising, yaitu menggunakan DMS dan NMG.

Misalnya, di tahun 2007 lembaga A berhasil menghimpun dana sebesar Rp 1miliar. Maka di tahun itu juga mestinya dana yang disalurkan juga sebanyak 1 miliar. “Deltanya, semakin mendekati angka penyaluran 100% maka lembaga tersebut semakin amanah dan tidak ada dana yang diendapkan,” papar Alfi.

Penilaian Management System Development

Unsur penilaian ketiga adalah management system development (MSD). Komponen besarnya terdiri atas ; Strategic Plaining, Financial dan Human Resource. Untuk strategic plaining, faktor yang dinilai / pertanyaan yang disampaikan kepada lembaga adalah rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan (RT). Untuk financial, faktor yang dinilai / pertanyaan yang disampaikan adalah pertama, apakah laporan keuangan sudah disusun, kedua, apakah sudah diaudit (untuk LAZ, sedangkan untuk BAZ, apakah sudah dilaporkan kepada DPR/DPRD), ketiga, apakah sudah dipublikasikan secara internal, keempat, apakah sudah dipublikasikan secara ekternal.

Sedangkan untuk Human Resource, faktor yang dinilai adalah rasio dana yang dihimpun per-SDM, rasio dana yang disalurkan per-SDM, rasio donatur per-SDM, dan rasio penerima manfaat per-SDM. Artinya, seberapa produktif SDM itu menghimpun dana. Lalu, seberapa besar rasio danatur per-SDM, rasio penerima manfaat (mustahik) per-SDM, dan rasio training yang diikuti masing-masing SDM.

Di dalam MSD ini ingin diketahui seberapa besar lembaga itu mengembangkan orang/amil/SDM yang dimilikinya. Dalam hal ini yang dilihat adalah seberapa banyak training yang diikuti oleh tiap-tiap SDM. Semakin banyak training/pengembangan SDM diikuti oleh seseorang maka dia akan semakin produktif. Oleh karena itu tidak hanya sekedar dilihat seberapa besar dana yang dihimpun. Namun yang lebih penting daripada itu adalah, semakin sedikit SDM yang dimiliki dan semakin banyak training yang diikuti oleh seseorang dan semakin besar dana yang dihimpun, maka itu menunjukkan tingkat produktifitas seseorang semakin tinggi. Sama juga seperti, jika semakin banyak SDM yang dimiliki dan semakin besar dana yang dihimpun maka akan menunjukkan tingkat produktifitas seseorang.

Ketiga komponen besar di dalam MSD, yakni strategic plaining, financial dan human resource memiliki sifat penilaian yang berbeda. Untuk strategic plaining dan financial sifat penilaiannya masih kualitatif. Karenanya pertanyaan yang disampaikan kepada lembaga, hanya membutuhkan jawaban ya atau tidak. Bukan menggunakan angka-angka. Untuk tahap awal ini, belum dilihat seberapa besar kedalamannya, karena sampai saat ini masih belum ada standar yang dibuat oleh mereka yang mempunyai otoritas, bahwa seperti apa strategic plaining dan standar laporan keuangan yang benar / baku dan sesuai dengan itu. Sedangkan human resource penilaiannya sudah menggunakan kuantitatif.

Karena strategic plaining dan financial sifatnya kualitatif, maka dewan juri memutuskan untuk memberikan bobot kepada masing-masing komponen yang dinilai. Untuk rencana jangka panjang (RJP), bobotnya 15%, rencana tahunan (RT), bobotnya 15%, penyusunan laporan keuangan (financial), bobotnya 10%, audit laporan, bobotnya 20%, publikasi internal, bobotnya 20%, publikasi eksternal, bobotnya 20%.

Hal-hal yang ditanyakan pada strategic plaining, yakni a. apakah sudah memiliki Rencana Jangka Panjang ( >= 3 tahun ) b. apakah sudah memiliki Rencana Tahunan. Inti dari kedua pertanyaan ini adalah merupakan variabel untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberlangsungan (sustainability) lembaga tersebut, sedangkan komponen financial bertujuan ingin mengetahui seberapa besar tingkat pertanggungjawaban (accountability) lembaga tersebut kepada publik. Karenanya, kalau dilihat pembobotan di atas, audit laporan dan publikasi sama-sama memiliki bobot yang besar (20%) dibandingkan lainnya.

Dengan demikian, dari cara penilaian variabel, metode dan katagori sebagaimana yang dipaparkan di atas maka diperoleh organisasi pengelola zakat terbaik (the best) dari masing-masing kategori ; Pemenang kategori Laznas (The Best of Laznas) tiga teratas adalah Bamuis BNI, Rumah Zakat Indonesia dan Dompet Dhuafa. Pemenang Kategori Lazda (The Best of Lazda) tiga teratas adalah Dana Sosial Nurul Iman, Lembaga Manajemen Infak dan Lampung Peduli. Pemenang katagori Badan Amil Zakat Propinsi/Bazprop (The Best of Bazprop) tiga teratas adalah Baitul Maal Aceh, Bazprop DI Yogjakarta dan Bazprop Sumatera Utara. Sedangkan pemenang kategori Bazda (The Best of Bazda) tiga teratas adalah Bazkab Cianjur, Baitul Maal Aceh Besar dan Bazkab Tebing Tinggi. Sedangkan special award diberikan kepada Baznas. Dengan kategori OPZ tingkat nasional yang sudah mendapatkan sertifikat ISO.

Syarat Kepesertaan

Acara Islamic Social Responsibility Award (ISR Award) sebetulnya ingin bisa mengikutsertakan seluruh organisasi pengelola zakat yang ada di Indonesia, tanpa terkecuali. Namun karena pertimbangan tertentu sekaligus sebagai permulaan acara ini, maka belum semuanya turut serta dalam kompetisi yang direncanakan diadakan secara rutin tahunan ini. Dengan demikian, meskipun ada organisasi pengelola zakat yang sudah besar dan sudah beroperasi lama namun jika belum memenuhi persyaratan yang disepakati, maka dengan sangat terpaksa lembaga tersebut belum dapat berkompetisi di ajang ini.

Adapun syarat-syaratnya adalah ; Laznas dan Lazda ; a) sudah dikukuhkan oleh pemerintah, b) minimal beroperasi 2 tahun, Bazprop dan Bazda a) Memiliki SK penetapan dari pemerintah Gubernur/Walikota/Bupati, b) Minimal beroperasi 2 tahun.

Ada beberapa hal penting yang perlu dicatat dari kegiatan ISR Award. Pertama, adanya iklim kompetisi (fastabikul khairat) antar organisasi pengelola zakat. Suasana ini akan membangkitkan rasa untuk melakukan instropeksi dan motivasi diri bagi masing-masing lembaga. Kedua, suasana saling silaturahmi antar organisasi pengelola zakat. Ketiga, dengan acara ini berarti kita akan memulai melakukan pendataan secara baik dan benar. Kita tahu bahwa selama ini basis data organisasi pengelola zakat masih sangat lemah, karenanya dengan pelaksanaan award ini maka kita akan memiliki basis data yang rapi.

Forum Zakat sebagai asosiasi juga akan memiliki data yang baik, begitu juga dengan masing-masing lembaga akan memulai penataan dan pendataan secara baik pula. Sehingga dari tahun-ketahun akan dilakukan pembenahan secara terus menerus yang pada akhirnya tercipta sebuah lembaga zakat yang layaknya seperti lembaga keuangan publik lainnya. Di samping tentunya memiliki tingkat akuntabilitas dan transparansi yang tinggi.

Pelaksanaan ISR Award yang pertama meskipun belum sempurna, namun sudah terlihat ada arah menuju penataan data base seperti itu. Sehingga ketika ada pihak luar yang bertanya tentang data pengelolaan zakat di Indonesia seperti apa, maka kita akan bisa memberikan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan pelaksanaan award ini dari tahun ketahun maka organisasi akan dapat merasakan manfaat dan akan lebih memudahkan kita semua. na

Tidak ada komentar:

Posting Komentar