-->

FOZ adalah Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpunnya BAZ dan LAZ di Indonesia. berdiri pada hari Jumuat Tanggal 19 Sep 1997
Hadiri dan Ramaikan World Zakat Forum Days 2010 di Yogyakarta 28th September - 2nd Oktober klik di sini

Senin, 21 Desember 2009

‘Kami Tidak Berniat Membubarkan LAZ’

Prof. Dr. Nasrun Haroen
Direktur Pemberdayaan Zakat Departemen Agama

Bergulirnya rencana revisi UU Pengelolaan Zakat selama ini banyak dipahami secara keliru oleh sebagian kalangan masyarakat. Kekeliruan sebagaimana dimaksud yang paling menonjol dalam isu ini adalah pemerintah seolah-olah ingin membubarkan LAZ (Lembaga Amil Zakat), demikian dikatakan Direktur Pemberdayaan Zakat, Departemen Agama, Nasrun Haroen. Padahal, kata dia, hal itu tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah. “Tidak ada, pemerintah akan membubarkan LAZ,” tandas Nasrun di sebuah forum seminar di Jakarta.
Begitu juga dengan beberapa media yang memberitakan dengan menggunakan bahasa 'sentraliasi’. Hal itu, kata Nasrun, tidak tepat mengingat sentralisasi hanya dikenal dalam konteks hubungan pemerintah pusat dan daerah. Kesan yang muncul adalah, Departemen Agama akan menjadi institusi yang ikut bermain dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Padahal tidak seperti itu. Sebab, kata dia, Depag selama ini hanya punya fungsi sebagai regulator, fasilitator, motivator, dan koordinator.

Sejak dirinya diangkat sebagai Direktur Pemberdayaan Zakat tahun 2006, Nasrun melihat perkembangan zakat mengalami stagnasi. Inilah yang menjadi PR besar dia di awal jabatannya. Padahal, kata dia, berdasarkan penelitian dari UIN Jakarta ada temuan yang menarik, yakni potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 19,3 triliun. Tetapi laporan terakhir yang diterima oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat, bahwa organisasi pengelola zakat di Indonesia, hanya mampu mengumpulkan Rp 900 miliar untuk seluruh OPZ Indonedia. “Pencapaian ini tentu kurang menggembirakan mengingat ranah zakat sudah dipayungi oleh UUPZ lalu ditopang oleh Keputusan Menteri Agama serta Keputusan Dirjen,” katanya.
Dari fenomena itu Departermen Agama berkesimpulan bahwa harus ada penataan ulang dan harus dimulai dengan merevisi UU Nomor 38 Tahun 1999. Depag memandang bahwa selain UU tersebut dirasakan prematur, alasan lainnya adalah karena UU tersebut sudah tidak bisa menjawab persoalan kekinian.

Menurut analisa Nasrun, setidaknya ada beberapa kelemahan yang cukup fundamental, pertama, ternyata UU zakat tidak secara tegas mengatur kewajiban berzakat. Selain itu, UU ini tidak memiliki Paraturan Pemerintah (PP) sehingga kesan yang muncul adalah UU tersebut hanya berlaku di lingkungan Departemen Agama saja. Kedua dalam pasal 6 dan 7 UUPZ memungkinkan amil zakat dapat dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam penjabaranya yang tertuang dalam Kepmen (Keputusan Menteri) dan Kep Dirjen amil yang dimaksud adalah organisasi masyarakat Islam (Ormas) yang bergerak dalam pendidikan dan keagamaan. Maka Menteri Agama saat itu beberapa kali menegaskan bahwa jika ada amil zakat yang tidak sesuai dengan ketentuan itu ( dari Ormas, red) maka harus dicabut izinnya. “Namun hal itu tentu tak mudah karena dampaknya akan sangat luas,” tutur Nasrun.

Suatu contoh kasus yang pernah dilakukan dalam upaya ini, kata dia, adalah merger antara BAZNAS dan Dompet Dhu’afa tetapi nyatanya yang terjadi perselingkuhan. Meskipun persoalan itu, kini sudah selesai. Karena itu sekarang fokus dari Depag adalah melakukan revisi UUPZ yang termuat dalam lima rancangan revisi. Pertama, UU Zakat ke depan harus mempunyai Peraturan Pemerintah (PP). Kedua, setiap muslim yang mampu wajib membayar zakat. Jika tidak, akan ada sanksi. Ketiga, zakat dikelola oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dengan mengacu pada al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103. Sedang LAZ-LAZ swasta tetap difungsikan tetapi statusnya berubah menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat) mereka mengumpulkan tetapi tidak menyalurkan, kecuali LAZ yang berbasis ormas. Sehingga tidak tepat jika dikatakan LAZ akan dibubarkan. Keempat, zakat sebagai pengurang pajak. Keempat, memberlakukan sanksi bagi muzaki, mustahik dan amil. Selama ini sanksi hanya belaku bagi pengelola zakat. Melalui konsep tersebut harapannya aturan-aturan tersebut bisa mengurangi kemiskinan. Namun kami juga menyadari bahwa pemerintah kedepan akan selalu menjadi sorotan.

Dalam merumuskan rancangan perubahan UU pemerintah hingga saat telah melibatkan dan meminta masukan dari berbagai komponen masyarakat antara lain seperti ormas-oramas Islam seperti NU, Muhamadiyah, Dewan Dakwah, Al-Irsyad dan lainnya. Sedang organisasi yang selama ini berkiprah dalam urusan zakat seperti LAZ tidak diundang karena mereka bukan ormas. Harus dipahami peran pemerintah dalam persoalan zakat adalah membuat peraturan perundangan-undangan sedangkan yang mengumpulkannya lembaga lain yaitu BAZNAS. Sehingga Depag dalam hal ini hanya sebagai regulator. Kelak BAZ juga akan diisi tidak hanya dari kalangan pemerintah tetapi dari berbagai unsur masyarakat. [m/n]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ah yang bener, pak..
Jangan-jangan cuma menghibur..

Posting Komentar