-->

FOZ adalah Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpunnya BAZ dan LAZ di Indonesia. berdiri pada hari Jumuat Tanggal 19 Sep 1997
Hadiri dan Ramaikan World Zakat Forum Days 2010 di Yogyakarta 28th September - 2nd Oktober klik di sini

Senin, 21 Desember 2009

Konsep Pemerintah Bisa Mengancam Independensi Ummat Islam

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.
Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta


Sudah merupakan fakta yang tidak terbantahkan lagi bahwa keberadaan LAZ (Lembaga Amil Zakat) atau lembaga zakat yang dibentuk masyarakat adalah peninggalan (heritage) yang paling berharga bagi ummat Islam di Indonesia. Sebab, keberadaan LAZ bukan saja menjadi realitas historis tetapi eksistensinya sudah menjadi bagian yang integral dengan keberadaan ummat Islam itu sendiri. Yang membedakan hanyalah terletak pada cara dan pola yang dilakukan oleh LAZ. Sebab LAZ dituntut untuk selalu inovatif serta kreatif sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Berbeda dengan negara Islam pada umumnya yang memposisikan keberadaan lembaga pengelola zakat yang berada lingkar kekuasaan pemerintah, LAZ di Indonesia selama ini tumbuh, hidup, dan berkembang secara mandiri dan lepas dari campur tangan pemerintah. Maka tatkala pemerintah menggelindingkan gagasan untuk melakukan integrasi lembaga filantropi Islam (baca; zakat) dalam otoritas dan wewenang negara langsung membuat masyarakat cemas, khususnya masyarakat zakat yang selama ini menempati posisi amil.

‘Modus’ seperti ini, menurut Azyumardi Azra, Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta, sudah pernah dilakukan oleh Gamal Abdul Naser, Presiden Mesir pada tahun 1960. Saat itu, Naser, dengan upaya yang sempurna, ia melakukan kooptasi terhadap Universitas Al-Azhar Kairo, dengan cara melakukan nasionalisasi terhadap institusi Al-Azhar. “Langkah itu diambil oleh Naser karena eksistensi kampus Islam tertua itu bisa menjadi kendala dalam menjalankan kebijakan kekuasaannya melalui syeikh yang menjadi pemimpin spiritual tertinggi di sana,” ujar Azra di sebuh seminar di Jakarta.

Alasan lainnya Al-Azhar selama ini tak tergantung dengan pemerintah sebab kekuatan dana yang dimiliki dari filantropi Islam khususnya wakaf melebihi APBN yang dimiliki pemerintah Mesir. Sehingga mampu menghidupi seluruh kebutuhan operasional. Lantas setelah berhasil menasionalisasi Al-Azhar benar-benar tergantung dengan pemerintah.
Berkaitan dengan rencana perubahan UUPZ oleh Depag, kata Azra, cara seperti inilah yang tampaknya akan dipakai pemerintah dalam membuat kebiakan.”Upaya ini harus ditolak karena bisa memberangus kemerdekaan ummat Islam,” tegas Azra. Atau dengan kata lain mengulang sejarah yang terjadi pada zaman kolonial dan orde baru yang mengekang indepensi ummat Islam.

Jika semua aktifitas masyarakat sudah harus dikontrol dalam otoritas negara, termasuk dalam pengelolaan zakat, ekses-ekses negatif lainnya akan bermunculan seperti pelarangan zakat langsung kepada mustahik yang selama ini sudah menjadi kultur mayoritas ummat Islam. Seperti yang sudah berlangsung di pesantren-pesantren atau di kampung-kampung. Dengan cara membantu lembaga-lembaga yang selama ini menjadi basis keislaman seperti madrasah, pesantren, masjid dan yang lainnya.

Tapi jika semuanya harus mendapat ‘restu’ negara yang lekat dengan birokrasi yang panjang dan melelahkan maka hal itu jelas-jelas akan memberangus kemerdekaan umat Islam di negeri ini.

Untuk itu, Azra mengusulkan, semestinya pemerintah dalam memunculkan gagasan sebuah UU, terutama UU Zakat, konsep seharusnya adalah berisi keberpihakan dan upaya melindungi keberadaan LAZ yang dengan sudah payah dibentuk dan dibesarkan oleh masyarakat. “Bukan malah membonsai,” ujar Azra. Sebab, zakat adalah ekspresi beragama seseorang kepada Tuhannya. Dan bukan sebuah ungkapan loyalitas seseorang terhadap negara. Jangan sampai hal ini melahirkan preseden buruk bagi perkembangan ummat Islam di masa-masa mendatang.

Azra juga berpesan kepada LAZ yang dibentuk masyarakat, bahwa sebaiknya momentum ini juga harus dipahami sebagai timing yang tepat untuk memaksimalkan peran, meningkatkan mutu, daya saing, trust, akuntabilita dan transparansi. Mereka harus siap diaudit kapan saja. Jangan hanya sebatas ‘jualan’ sentimen kegamaan. Dengan kesiapan ini, maka lembaga-lembaga yang dirasa tidak akuntabel, nantinya harus siap tergeser dengan sendirinya. Dengan demikian, reformasi zakat harus dilakukan oleh ummat Islam sendiri. Salah satunya bisa dengan menyusun secara bersama-sama Counter Legal Draft (CLD) UU Pengelolaan Zakat yang komplit dan lebih membumi. Agar garis perjuangan dalam mengamandemen UUPZ ini dapat terlihat terstuktur dan terarah. [m/n]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar